Cegah Korupsi, Rahmad Akmal: ASN Harus Mampu Identifikasi Bahaya Gratifikasi

Rahmad Akmal, SE, Koordinator Penyuluh Anti Korupsi Kabupaten Bengkalis
BENGKALISNEWS - Cegah Korupsi, kerena Korupsi adalah musuh kita, itulah ungkapan yang disampaikan oleh Rahmad Akmal, SE selaku Koordinator Penyuluh Anti Korupsi Kabupaten Bengkalis kepada media ini diruang kerjanya, Jalan Bathin Alam Air Putih Bengkalis, Kamis 20 Juli 2023.
"ASN Harus Mampu Mengidentifikasi Bahaya Gratifikasi, kerena Gratifikasi merupakan salah satu bentuk yang bersifat merugikan negara."
Rahmad Akmal menjelaskan bahwa Korupsi merupakan perbuatan melawan hukum dengan maksud memperkaya diri sendiri atau memperkaya orang lain yang dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara.
Untuk pemberantasannya, perlu dukungan dari masyarakat, dan peran serta dari pemerintah daerah.
Penanaman nilai Integritas dan Anti Korupsi harus dipahami sejak dini, kerena itu akan membuat generasi muda yang akan menjadi aparatur pemerintahan lebih memahami bahwa tindakan korupsi merupakan kejahatan yang merugikan negara.
Dan dia berharap agar nilai Integritas ini juga mengarahkan Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk bertindak secara konsisten dan teguh dalam menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dan prinsip hidup yang dijunjungnya.
Lebih lanjut Akmal menjelaskan bahwa Korupsi telah dirumuskan dalam 30 jenis tipikor, dan dikelompokan menjadi 7 jenis besar, yaitu: Kerugian Keuangan Negara, Suap-Menyuap, Penggelapan dalam Jabatan, Pemerasan, Benturan Kepentingan dalam Pengadaan, Perbuatan Curang, dan Gratifikasi.
Rahmad Akmal merupakan seorang Koordinator Penyuluh Anti Korupsi Kabupaten Bengkalis, yang tergabung dalam Forum Penyuluh Anti Korupsi Provinsi Riau, yang telah dibentuk sesuai dengan SK Gubernur No : Kpts.617/V/2023. Forum ini langsung di bawah Gubernur Provinsi Riau Drs. H. Syamsuar, M.Si selaku Pembina.
Pengurus intinya terdiri dari ASN Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Pengacara dan lainnya.
Adapun Forum ini bertujuan untuk melakukan pembinaan, membentuk jejaring dengan bersosialisasi ke Aparatur Sipil Negara, bidang usaha, organisasi, satuan Pendidikan dan masyarakat tentang pencegahan tindak pidana korupsi.
Mengenai gratifikasi, lanjut dia, sesuai Pasal 12B UU 20 Tahun 2021, setiap Gratifikasi kepada Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya. Kerena ASN berkewajiban menolak segala bentuk pemberian yang berkaitan dengan tugas dan fungsi kecuali penghasilan sesuai dengan ketentuan perundang undangan.
Untuk hukuman pidana bagi penerima gratifikasi sesuai dengan pasal 12B UU 20 Tahun 2001 Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Namun ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 B ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan ketentuan Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilakukan oleh penerima gratifikasi paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima.
Gratifikasi tidak dapat serta merta dianggap negatif karena budaya masyarakat Indonesia paling senang memberikan hadiah, menjamu tamu dan memberikan oleh-oleh. Oleh karena itu, ASN harus harus dapat memahami gratifikasi yang boleh atau sebaliknya yang wajib dilaporkan ke KPK. “Tidak semua gratifikasi sifatnya dilarang. Kita perlu tahu batasan mana yang boleh dan yang tidak boleh," jelas Akmal.
Untuk itu pentingnya bagi setiap ASN atau penyelenggara negara melaporkan setiap gratifikasi yang diterima baik secara langsung maupun tidak langsung apabila ragu dengan status gratifikasi yang didapatnya, ujar Akmal mengakhiri.
Editor :Basir